Malam di Punclut, Pagi di The Ranch

Alternatif liburan singkat dan nggak terlalu jauh apalagi kalau bukan Bandung lagi Bandung lagi. Kali itu aku dan Junisatya menuju Lembang. Kami tidak akan mau bermacet ria pada weekend ke Bandung kalau bukan untuk memenuhi undangan wedding party dari seorang rekanan. Jadilah kami memanfaatkan waktu untuk sekalian berlibur sejenak.

Ya, tujuan kami adalah Lembang. Sebenarnya pada hari Sabtu, Lembang adalah tujuan yang salah karena macetnya nggak tertolong. Sungguh, macetnya menjemukan. Ada 3 destinasi yang ingin kami kunjungi, Floating Market, Tahu Susu Lembang, dan The Ranch, tapi niatan itu semua gagal lantaran jalanan padat merayap. Pukul 4 sore kami masih terjebak di jalan raya menuju Lembang yang sedikit menanjak. Akhirnya Junisatya merapat ke sebuah warung makan, Warung Pengkolan. Saatnya late lunch pukul 4 sore ya teman-teman.






Untungnya warung itu sangat nyaman dan udaranya sungguh sejuk sehingga mengobati rasa kesal berjam-jam di perjalanan. Aku memilih tempat duduk outdoor yang view dan angin nya lumayan enak. Kami memesan menu Sunda, ikan pesmol dan minuman jus untuk penyegar dahaga. Lezat Lezatos.
Setelah kenyang dan menikmati pemandangan jurang di pinggir Warung Pangkolan, kami melanjutkan perjalanan. Karena waktu sudah tidak memungkinkan untuk berjalan-jalan, kami singgah di sebuah guest house. Orang sana memberi tahu kami tempat nongkrong asyik pada malam hari. Punclut. Ya, next destination.



Kami melaju ke Punclut yang jalanannya agak sempit dan berliku-liku. Benar saja, di sini kita bisa melihat lampu-lamput kota Bandung di bawah sana. Malam tenang, udara dingin, pemandangan bagus. Sekarang tinggal cari tempat nongkrong yang seru. Rata-rata masyarakat setempat mendirikan warung-warung di pinggir jalan yang juga sekaligus pinggiran jurang. Tinggal pilih saja tempat nongkrong yang sekiranya nyaman. FYI, daerah Punclut ini masih terbilang sepi. Jalanannya tidak ramai dan tidak berisik. Karena Punclut sendiri sebenarnya adalah alternatif jalan dari Lembang menuju Bandung lewat Dago.




Kami mampir ke salah satu warung prasmanan yang cukup luas. Di sekitar warung utama terdapat pondok-pondok kecil untuk menikmati pemandangan kota Bandung. Kami mulanya memilih pondok kecil untuk duduk-duduk santai sambil selonjoran. Tapi karena udaranya sungguh-sungguh dingin dan aku cuma pakai jaket yang bukan windproof, alhasil kami duduk di warung utama denga meja dan bangku yang besar. Nuansa warung ini sangat 80-90an. Vintage banget.

Sambil menikmati hidangan kopi dan teh hangat dengan roti bakar, kami disuguhi kembang api yang menggelegar entah dari mana, yang pasti menambah semarak pemandangan malam itu.
Puas berduduk dan mengobrol ria, aku pun berkeliling warung yang penuh dengan dekorasi benda-benda klasik. Classic decoration. Sungguh menyenangkan hati dan menutup malam itu dengan  happy.







Kami berniat pagi hari menjemput matahari di The Ranch. Dan pagi hari memang waktu yang sangat tepat. Ini kali kedua aku masuk ke taman berkuda itu. Dulu aku sampai di tempat itu pada siang hari dan hawanya sangat panas. Sementara di perjalanan kali ini, aku mendarat di sana saat panas matahari masih bersahabat. Segarnya terasa dan langit masih biru jernih. Susu sapi murni dapat kami peroleh secara gratis dengan menukarkan tiket masuk ke konter susu.








Rimbunnya tanaman hijau yang terawat sangat memanjakan mata. Lokasinya memang tidak terlalu besar untuk lahan berkuda, tapi sekeliling arenanya ditumbuhi tanaman hijau yang berjajar rapi. Lalu di kejauhan saat kita memandang arena kuda, hamparan bukit membuat nuansa perkampungan cowboy jadi makin terasa.


Komentar

Popular Posts